Kesenian angklung adalah sebuah kesenian tradisional dari suku Sunda. It telah menjadi ketua kegiatan kampung angklung dengan mengembangkan budaya lokal yang membuat identitas masyarakat.
Seni angklung bertemu dengan nilai-nilai kearifan lokal sebagai sumber dan perlengkapan, ketertoran, jujur, tanggung jawab, disiplin diri, toleransi, dan cinta tanah air untuk membuat civic culture masyarakat.
Angklung is a musical instrument
Angklung adalah alat musik asal Jawa Barat, Indonesia. Merupakan instrumen tradisional Sunda dan telah ditetapkan sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh UNESCO. Ini juga merupakan simbol budaya sipil dan bagian integral dari identitas komunitas.
Instrumennya terdiri dari dua, atau terkadang tiga, tabung bambu yang disetel satu oktaf. Saat dikocok, setiap tabung mengeluarkan satu nada. Beberapa angklung yang dimainkan secara bersamaan menghasilkan melodi dan ritme yang kompleks. Angklung telah menjadi ikon budaya Sunda dan digunakan dalam ritual, upacara, dan pertunjukan.
Angklung adalah alat musik serba guna yang dapat dimainkan dengan alat musik lain atau dengan suara. Mudah dipelajari dan memiliki banyak manfaat bagi siswa, antara lain keterampilan sosial, fokus, dan kecintaan terhadap musik. Ini juga merupakan alat pedagogi yang sangat baik yang mendorong kerja sama dan kreativitas di kalangan siswa. Sifat kolaboratif angklung mendorong tanggung jawab, rasa hormat, dan pengembangan imajinasi.
Itu adalah suatu bentuk tarian
Angklung adalah salah satu bentuk tarian dalam budaya Sunda. Merupakan bentuk doa kepada Dewi Sri, dewi yang dipercaya memberikan berkah bagi tanaman padi dan menjamin kesejahteraan masyarakat. Upacara ini berlangsung selama Seren Taun, festival panen dan penanaman padi. Angklung juga dimainkan untuk memanggil leluhur.
UNESCO telah menetapkan angklung sebagai warisan budaya umat manusia. Perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain perubahan perannya sebagai alat musik utama masyarakat Sunda dan adaptasinya terhadap musik modern. Meski mengalami perubahan, angklung tetap setia pada akarnya dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Sifatnya yang portabel memungkinkan untuk digunakan sebagai musik pengiring pada hari jadi pura (odalan) dan ritual yang berhubungan dengan kematian (pitra yadnya). Ini juga merupakan bagian dari upacara pemakaman Bali, di mana para musisi memainkan musik sambil membawa usungan jenazah dari tempat pemakaman sementara ke tempat kremasi.
Itu adalah salah satu bentuk ritual
Angklung merupakan salah satu perangkat-perangkat musik tradisional yang digunakan untuk menciptakan nada. Set angklung dihasilkan dari 2 hingga 4 tabung bambu berbeda ukuran. Set angklung biasanya dibuat dari bentuk bambu hitam (Awi wulung) dan bentuk bambu ater (Awi temen).
Selama musim tanam padi, penduduk setempat bekerja sama dan bermain angklung untuk bersenang-senang. Diiringi suara angklung yang meriah, keringat dan rasa lelah pun hilang. Mereka bahkan lupa bahwa mereka tidak mendapat apa pun dari jerih payahnya, hanya sedikit makanan.
Angklung juga digunakan untuk mempromosikan budaya kewarganegaraan suatu desa. Masyarakat setempat percaya bahwa angklung dapat membawa keberuntungan dan rezeki bagi masyarakat. Hal ini terutama berlaku bagi desa-desa yang mengalami kesulitan ekonomi. Angklung merupakan simbol budaya yang mengingatkan penduduk desa akan tanah air dan sejarahnya. Ini juga merupakan cara untuk menjaga tradisi mereka tetap hidup. Penelitian ini menetapkan kesenian angklung di kendaraan pertanian sebagai tujuan yang memungkinkan kampung pemula-pertanian.
Itu adalah suatu bentuk musik
Angklung adalah salah satu bentuk musik yang berasal dari Indonesia. Ini dimainkan sebagai pengiring parade dan ritus peralihan. Hal ini juga digunakan dalam ritual pertanian untuk menghormati dewi padi. Saat ini dimainkan di banyak daerah, termasuk wilayah Badeng Banten.
Angklung adalah bagian dari gamelan, ansambel alat musik Indonesia. Terdiri dari gong, kenong, gambang, saron, celempung, dan metalofon perunggu. Ansambel biasanya besar dan beranggotakan sekitar 20 orang. Ini paling umum digunakan di Sunda, Bali, dan Jawa.
Ahli etnomusikologi Juju Masunah memperkirakan sejarah angklung berasal dari abad ketujuh M, dan ia membahas pentingnya angklung sebagai bentuk musik pengiring untuk parade, upacara peralihan, dan upacara pertanian. Ia dan rekan-rekannya di Universitas Pendidikan Indonesia telah mendokumentasikan lima gaya angklung daerah yang disetel ke variasi salendro tangga nada lima nada pentatonik. Tradisi angklung tertua adalah angklung buhun yang berasal dari Kabupaten Lebak, Banten.